>>Beda bacaan tetapi artinya sama saja (satu kata bisa I’rab-nya berbeda-beda)
Contohnya pada kalimat,
[أحب الفاكهة و لا سيما برتقال] “Aku menyukai buah-buahan, apalagi buah jeruk”
Maka kata [برتقال] “burtuqool” bisa dibaca dengan keseluruhan empat macam bacaan pada akhirnya karena berbeda I’rab-nya bisa dibaca “burtuqoolUN” atau “burtuqoolAN” atau “burtuqooliN” atau “burtuqool”
Berikut pembahasan I’rab-nya, sekali lagi [maaf] bagi yang sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan silahkan dilewati (baca : harus semangat belajar bahasa Arab).
- dibaca “burtuqooliN” [majrur] jika huruf “maa” pada “siyyamaa” dianggap sebagai huruf “zaa–idah” sehinga isim setelahnya [burtuqool] berkedudukan sebagai mudhof ilaih.
- dibaca “burtuqoolUN” [marfu’] jika huruf “maa” pada “siyyamaa” dianggap sebagai isim maushul mudhof ilaih dari “siyya” sehinga isim setelahnya [burtuqool] berkedudukan sebagai khobar dengan mubtada’ yang mahdzuf taqdir-nya huwa
- dibaca “burtuqoolAN” [manshub] jika huruf “maa” pada “siyyamaa” dianggap sebagai sebuah isim mudhof ilaih dari “siyya” sehinga isim setelahnya [burtuqool] berkedudukan sebagai tamyiz manshub
- dibaca “burtuqool” karena diwaqafkan ketika akhir kata.
(lihat Mulakhkhas Qowa’idul Lughoh Al Arabiyah hal. 65, Daruts Tsaqafah Al Islamiyah, Beirut)
>>Satu kalimat bisa dibaca berbeda-beda dan artinya juga berbeda-beda
Misalnya,
لا تأكل السمك و تشرب اللبن
Maka kata [تشرب] bisa dibaca “tasyroB” atau “tasyroBA” atau “tasyroBU” atau TasyroBI”
- jika dibaca “tasyroB” artinya: “jangan engkau makan ikan dan jangan engkau minum susu”
- jika dibaca “tasyroBA” artinya: “jangan engkau makan ikan ketika engkau sedang minum susu”
- jika dibaca “tasyroBU” artinya: ““jangan engkau makan ikan dan engkau boleh minum susu”
- bisa dibaca TasyroBI” jika bacanya disambung ketika membaca “tasyroB” karena bertemu dua huruf sukun yaitu huruf “ba” dan “alif lam” pada “al laban.
Berikut pembahasan I’rab-nya, sekali lagi [maaf] bagi yang sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan silahkan dilewati [baca : harus semangat belajar bahasa Arab].
- Dibaca “tasyroB” [majzum] karena huruf “wawu” sebagai huruf ‘athof, fi’ilnya athof dengan “ta’kul” karena Huruf “laa Naahiyah” men-jazm-kannya
- dibaca “tasyroBA” [manshub] karena huruf “wawu” sebagai “Wawu haal” dengan “adawatun naasibah”, sedangkan huruf “an” wajib disembunyikan
- jika dibaca “tasyroBU” [marfu’] karena huruf “wawu” sebagai “Wawu isti’naf” yaitu “wawu” untuk menunjukkan awal kalimat dan tidak berhubungan dengan kalimat sebelumnya. Sehingga fi’il-nya hukum asalnya marfu’ jika tidak ada ‘amil.
(lihat Qowaa’idul ‘Asasiyah Lillughotil ‘Arabiyah hal 34, As Sayyid Ahmad Al Hasyimi, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut, cet.ke-3,1427 H)
>>Terkadang harus paham dulu baru bisa dibaca lafadznya
Ini salah satu yang paling unik menurut kami. Karena umumnya bahasa yang lain dibaca/dilafadzkan dulu baru bisa dipahami. Lebih-lebih ia juga harus paham i’rabnya. Sudah kita ketahui bahwa bahasa Arab aslinya adalah “gundul” dan tidak ada harokatnya, karena harokat memang sejarahnya dibuat bagi orang non-Arab. Tanpa bantuan harokat mereka yang belum mengetahui dasar-dasar bahasa Arab tidak bisa membacanya atau melafadzkannya. Contohnya pada Al Qur’an surat An-Nisa ayat 164,
و كلم الله موسى تكليما
Bacaan yang benar: “Wa kallamallaaHU Muusaa takliima” [Allah benar-benar mengajak bicara Musa]
Maka jika pembaca tidak paham maksudnya, maka dia tidak tahu cara membacanya. Apakah lafadz Jalalah Allah dibaca, “Allahu” atau “Allaha” atau “Allahi”
Lho dari mana dia tahu maksudnya, padahal belum dibaca, padahal juga yang dibaca adalah sumber ilmunya?
Jawabannya : umumnya dari i’rab, konteks kalimat atau maksud kalimat sebelumnya. Pada kasus ini, kalimat bisa dipahami dengan bekal aqidah yang benar, yaitu Allah mempunyai sifat berbicara dan memang Allah yang mengajak Musa berbicara.
Sekali lagi [maaf] bagi yang sudah belajar dasar-dasar bahasa Arab silahkan mencermati, bagi yang belum mungkin agak membingungkan dan silahkan dilewati [baca: harus semangat belajar bahasa Arab].
- Tidak mungkin lafadz Jalalah dibaca “AllaHA”
Karena artinya nanti “Musa mengajak bicara Allah”, karena ada kemungkinan nanti menafikan sifat Allah (yakni : berbicara) dan ini bentuk tahrif/menyelewengkan sifat Allah.
- tidak mungkin lafadz Jalalah dibaca “AllaHi”
Karena tidak ada penyebab majrurnya yaitu huruf jar atau mudhaf ilaih.
Dalam bahasa Arab, i’rab terkadang membantu menyempurnakan [menangkap] makna dan terkadang maknanya bisa menyempurnakan i’rab.
Satu lagi yang menjadi isyarat yang cukup penting, bahwa orang yang ingin berbahasa arab dengan benar dan fasih, dilatih agar berpikir dahulu baru berbicara. Tidak sembarangan berbicara karena minimal ia memikirkan i’rab/kedudukan kata dalam kalimat. Jelas ini tidak kita dapatkan dalam kebanyakan bahasa karena bahasa Arab itu unik. Dan sesuatu dibilang unik jika jarang sekali dijumpai.
Masih ingin tahu keunikan-keunikan lain dari bahasa arab? Tunggu kelanjutannya, insya Allah…
Penyusun :
Ust. dr. Raehanul Bahraen (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Print This Post 8,609 views
8th September 2015 pada waktu 9:56 am
alhamdulillah saya bisa belajar lebih banyak lg tentang bahsa arab,selama ini sy kesulitan mencari media untuk mengajarkan anak2 bahasa arab!terima kasih….